Senin, 28 Oktober 2013

Saat saya bingung




Di gedug fakultas tarbiyah UIN Bandung (1/10-2013), aku menanyakan "Takdir" dan "Kodrat' kepada Atu.
Pluralitasnya membuat aku mengiyakan pendapat Ahmad Wahib yang mengatakan bahwa Fiqh
Islam perlu di ganti karena sudah ketinggalan jaman.
Dia menjawab demikian karena aku menghubungkan 'Takdir' dan 'Kodrat' dengan fenomena Dena Rachman
Mantan bintang cilik Indonesia yang telah melakukan transgender.

Kata atu, takdir itu ada 2, yang tidak bisa dirubah dan yang sulit dirubah. Kematian bisa termasuk yang pertama, tetapi bentuk tubuh atau jenis kelamin yang zaman dulu juga termasuk bagian pertama, menurut ku sudah bisa
Dimasukkan ke kategori ke dua karena perkembangan zaman.

Kembali ke Dena Rachman, aku selalu bingung, bagi orang-orang yang seperti mereka, mereka akan selalu
Berapologi, "Kalian tidak tahu apa yang orang-orang seperti saya rasakan." dan dari pihak yang kontra akan selalu
Menitik beratkan ke  'Kodrat' yang seharusnya mereka jaga. Dan uniknya, dari jaman dulu, antara para pelaku dan para yang tidak setuju selalu mengeluarkan pendapat yang itu-itu saja sehingga dari dulu sampai sekarang tidak akan pernah ada titik terang tentang masalah itu karena pendapat yang diusulkan selalu berputar-putar disana saja.

Dalam kasus Dena Rachman, aku belum bisa membenarkan dan tentu saja aku tidak bisa menyalahkannya juga.
Aku teringat saat aku masih duduk di kelas dua SMA. Aku yang sangat tertarik dengan musik-musik Westlife dikritik oleh teman ku yang lebih menyukai musik-musik keras. Dalam pendapatnya, cowok seharusnya tidak boleh mendengarkan musik yang lembut-lembut, karena itu tidak menggambarkan kekuatan yang seharusnya merupakan ciri khas bagi kaum adam. Tapi, aku langsung menangkis kritiknya dengan pepatah kuno bahwa akan berbeda jenis ikannya di lubuk yang berbeda. Dan itu bisalah disambungkan dengan kasus Dena Rachman.

Pada hari jumat (27/9-2013) saat aku sedang makan siang bersama Ukoy, temanku yang berbeda jurusan dan fakultas, aku juga sempat membahas tentang masalah ini. Walaupun bukan tentang Dena Rachman, tapi lebih luas lagi ke masalah Transexual, homosexual dan bisexual. Dalam pertemuan ini, Ukoy berpandapat bahwa itu memang salah. Dia mengkaitkan dengan berbagai hal dalam islam, termasuk diciptakannya makhluk yang berpasang-pasangan supaya tidak adanya hal-hal yang seperti topik yang kami bicarakan. Ukoy langsung membawa kemasalah 'Akal' saat aku katakan bahwa peneliti bahkan telah menemukan ada lebih dari 40 spesies didunia ini yang merupakan Homosexual dan Bisexual, termasuk jerapah, lumba-lumba hidung botol, dan angsa hitam.  Manusia memeliki akal yang jelas -jelas membedakan manusia dengan hewan-hewan disekelilingnya. Mereka hanya memuaskan nafsu, sedangkan manusia harus menggunakan akal untuk mengetahui benar dan buruk. Tapi sayangnya, diskusi empat mata yang sangat seru tersebut terpotong oleh waktu yang memaksanya untuk kembali ke  kelas kuliahnya. Tapi, dari pendapat temanku itu,  aku sempat menganggukkan kepala dan membenarkan pendapatnya.  Tapi, aku kembal lagi mempermasalahkan 'Takdir' dan 'Kodrat'. Seandainya seseorang yang terlahir dengan sifat  seperti itu, berarti mereka ditakdirkan memang seeprti itu, dong. Tapi, kenapa malah maasalahnya dititik beratkan ke 'Fisik' bukan 'Psikologis'nya.

Untuk sekarang, lupakan dulu yang namanya dosa atau pahala. Banyak yang bilang, bahwa (kembali keatas) manusia diciptakan berpasang-pasangan, jadi pria harus menikahi wanita (atau level rendahnya mencintai) bukan malah sesamanya. Orang-orang yang berpendapat sama dengan seperti itu melupakan yang namanya 'nafsu'. Entah kenapa bagi mereka 'Nafsu' itu sugguh sangat jelek.  Mereka seperti memang sengaja melupakan yang namanya 'Nafsu' karena itu sangat berkaitan erat dengan dosa. Okelah kalau nafsu itu mengarah ke nafsu seksual. Tapi, walaupun demikian, tetap saja itu tidak akan pernah adil. Seorang pria-contohnya- harus menahan nafsu seksual nya sebelum menikahi wanita impiannya. Tapi, bagaimana dengan kaum yang punya ketertarikan seksual dengan jenis sepertinya sendiri? Mereka harus menahan nafsu seksualnya, dan akan selalu begitu. Sedangkan nafsu itu diciptakan untuk dipenuhi, bukan ditahan (setidaknya bukan untuk selama-lamanya karena itu termasuk menyiksa diri sendiri). Sedangkan mereka, dilarang untuk memenuhi nafsu seksualnya . Nafsu itu memang untuk dikendalikan, tapi tetap saja juga harus dipenuhi. Seorang Hetero bisa memuaskan nafsu seksualnya setelah menikah. Bagaiamana dengan nasib para Homoseksual?

Tidak jauh berbeda dengan kasus Dena Rachman. Fisik lahirnya yang laki-laki dianggap lebih penting dari pada Psikologisnya yang bahkan tidak ada sedikitpun lelakinya.  Kalau memang orang-orang seperti ini diciptakan tetapi harus mempertahankan apa yang dia peroleh dari lahir, sungguh menyedihkan sekali hidup ini. Itu sama saja artinya mereka diciptakan untuk sengsara.

Di sudut lain, ada seorang bayi yang terlahir sumbing misalnya, tapi akhirnya dioperasi supaya fisiknya terlihat proposional. Apakah ada yang menganggap itu salah? Pasti ada sih walaupun Cuma 0,001% dari jumlah manusia di dunia.  Tapi, kenapa orang-oang tidak mepermasalahkan 'Takdir' yang telah bayi itu peroleh? Mereka langsung membawa ke malasalah Psikologis. Pertanyaan saya, kenapa kasus yang diatas tidak disamakan saja dengan kasus yang ini? Anggap sajalah orang-orang seperti Dena Rachman itu terlahir cacat, tapi, dengan merubah jenis kelaminnya itulah dia bisa menjadi proposional.

Saya bukanlah tuhan. Begitupun juga dengan anda yang membaca tulisan ini. Dan menurut saya didunia ini tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Itu semua tergantung dari kacamata yang kita pakai. Benar atau salah itu hanyalah pendapat subjektif seseorang atau kelompok.

Lebih jelas lagi, saya meyakini, takdir adalah apa yang sedang terjadi saat ini, detik ini juga. Masalah Transeksual dan Homoseksual menurut saya semuanya bebas berendapat dan tidak ada yang benar dan salah. Hanya saja saya merasa adanya ketidak adilan dalam kehidupan jika adanya patokan 'benar dan tidak' berdasarkan perspektif orang atau kelompok tertentu, apalagi untuk menghakimi orang yang mereka tidak tahu sepenuhnya.

:)







Tidak ada komentar: