Kamis, 31 Oktober 2013

Kisah di Akhir Poin


Sial itu adalah disaat kamu sampai gerbang, bel tanda masuk telah  berbunyi beberapa menit yang lalu. Aku segera memasuki gerbang yang ujungnya sedang dipegang oleh guru piket dengan mata melotot. Buk Yanti namanya. Dia kebagian piket di setiap hari kamis, dan parahnya aku baru ingat hal itu. seandainya saja aku telat lebih lama lagi, mungkin aku dilarang masuk sekolah untuk hari itu. Tapi disaat-saat seperti ini, selalu aja ada yang namanya untung. yaitu disaat kamu dikategorikan sebagai siswa yang telat kurang dari sepuluh menit, yang tentunya hukumannya paling ringan diantara orang-orang petelat yang lebih telat lagi.



Setelah berhasil memungut sampah di area parkiran siswa, aku segera melapor ke pos piket guru yang terletak didepan kantor kepala sekolah. Setelah itu, aku segera berlari kekelasku yang berada paling sudut sekolah. Hari ini ada PR akuntansi, tapi sialnya pelajaran akuntansi itu ada di jam pertama dan aku telat. bagaimana aku bisa nyontek?

Aku merasakan jidaku dibasahi oleh keringatku sendiri. padalah aku beru berlari sedikit. tapi entah itu karena aku benar-benar berlari atau malah karena ketakutan. Dari kejauhan aku seperti melihat sosok Rudi yang sedang berjaan keluar dengan santai dari kelasku. Walaupun belum sampai dikelas, melihat keadaan seperti itu aku yakin tidak perlu ada yang dikhawatirkan lagi, karena tidak akan ada yang berani keluar waluapun untuk izin ketoilet selama Pak Anjas yang mengajar akuntansi sedang berada didalam kelas. Galaknya tidak bisa ditawar lagi. rasa curiga dan negative thinkingnya terhadap siswa membuat pelajar takut walau hanya sekedar menyapanya. Makanya tidak heran jika sebelum bel pertama berbunyi, toilet siswa akan dipenui oleh kelas kami di hari kamis ini.

Sampainya aku dipintu, suara berisik teman-teman mempertegas apa yang aku pikirkan. dan ternyata benar. bahkan didalam kelas hanya ada setengah dari jumlah kami dan kebanyakan adalah para cewek. Ingin rasanya aku segera menyusul yang lainnya, tapi pesona Pak Anjas membuatku tidak bisa lari dari tanggung jawab PRku yang walaupun akhirnya aku kerjakan disekolah dengan cara meminjam buku Mario--Siswa terpintar kebanggaan kami semua. selain itu, ini juga buat antisipasi kalau seandainya Pak Anjas tiba-tiba masuk di menit-menit terakhir menanyakan tuga bak Pol-PP sedang merazia para Waia ditengah malam. kalau seandainya kami belajarnya outdoor sih, kami juga akan kabur seperti para banci. lha ini indoor dengan hanya satu door yang sudah pasti Beliau berada di pintu. skak mat dong.

Saat sedang fokus-fokusnya menghitung uang jutaan yang sebenarnya tidak pernah saya miliki, tiba-tiba aku mendengar suara sekumpulan orang-orang berlari panik. sudah bisa ditebak itu pasti Rudi dkk yang sedang diburu Kepsek karena ketahuan nongkrong di kantin. serempak mereka langsung masuk dan duduk disembarang tempat duduk yang penting mereka bisa terlihat rapi. suasana tiba-tiba langsung menjadi mencekam saat Pak Kepsek memasuki ruangan.

Sinar matahari dari timur mendramatisir keadaan menjadi sangat mendebarkan.terlihat bayangan seseorang dengan perut buncitnya mendekat. tepat saat bayangannya hilang ditelan tembok, kaki kanannya muncul dan seakan-akan merubah atmosfir ruangan kelas ini mejadi sangat bersalju. saya sempat mengira bahwa sebenarnya kepsek itu adalah anak buah dari Ratu Es yang ingin menguasai Narnia di sekuel Narnia pertama.

"Siapa yang mecahin kaca barusan?" dengan hanya berdiri dipintu saja, itu langsung merubah mimik wajah kami yang sejak tadi tidak keluar ruangan. padahal dia berbicara dengan santai didepan kami, malah sekilas terllihat kalau dia seperti ingin menyaingi Pak Mario Teguh.tapi mungkin saja auranya yang berbeda. "Ayo ngaku, seblum saya cek di cctv, nih."

***

Jam istirahat sudah hampir habis, tapi Rudi, Reka dan Pendra masih saja setia berdiri ditengah lapangan berpanas-panasan menengadahkan kepala ke sang merah putih dengan masing-masih tangan kanannya menyentuh jidat mereka.

"Ben, ke kantin, yu. Bu Nani lagi ga dateng nih." Dorlan mengajakku yang segera aku tolak. jujur, melihat tiga sekawan yang sudah lebih dari tiga jam berdiri itu membuat aku takut untu melakuakn kesalahan kedua dihari yang sama. "Ah, cemen!"

"mending dibilang cemen daripada nantinya pacaran sama tiang bendera!" ujarku sedikit berteriak. rudi yang sepertinya mendengar teriakanku memamerkan jari tengahnya kearahku. akupun membalasnya walaupun aku tahu dia tidak melihatku. dengan sengaja aku tertawa keras keras supaya didengar oleh mereka.

Bersamaan dengan terdengarnya bel istirahat, aku sudah berada di tempat dudukku. dari jendela terlihat tiga pencinta bendera tersebut menurunkan tangannya dengan lega.  Dengan lemas mereka bergerak. sepertinya mereka menuju ke Pos Piket Guru.

Apa yang dikatakan Dorlan ternyata benar. Bu Nani tidak masuk hari ini. buktinya sudah hampir setengah jam tapi dia belum juga masuk. suara bising khas kelas yang tidak didatangi oleh guru terdengar sangat nyaman ditelingaku. Pak Anjas memang tidak ernah masuk kekelas untuk hari tapi tugas-tugas darinya diwajibkan utnuk dikumpulkan besok. karena takut besok terlambat lagi, akupun melanjutkan yang tadinya aku kerjakan tapi terpotong oleh pelajaran bahasa inggris dan istirahat.

Aku yang saat itu duduk di samping Mario agar bisa bertanya langsung, kaget. Rudi tiba-tiba saja menyambar mejaku seperti babi buta. awalnya aku pikir ternyata dia marah dengan bercandaanku barusan. tapi aku salah. ternyata saat dia memasuki kelas, Reka yang berjalan jauh tertinggal dibelakangnya berlari mengejarnya dan langsung mendorongnya dengan emosi.

"Anjing, Lu! Gara-gara elu, tuh! dasar TAI!" Reka menutup kalimatnya yang penuh dengan benci itu dengan meludah kesampingnya. sebarnya aku masih bingung, ini apa sih yang terjadi? ini bukan kali pertama Rudi dan Reka di hukum seperti itu. Tapi kenapa sekarang jadi berbeda? ternyata tidak cuma aku, hampir semua teman sekelas juga sama herannya denganku. Untungnya Rudi bisa mengendalikan emosinya. dia tidak membalas perbuatan Reka dan itu membuat kelakuan Reka selesai sampai disitu.

Aku dan teman-teman sekelaspun sepeti dikomando langsung membagi dua kelompok. yang satu untuk mendinginkan Reka, yang satu langsung mendekati Rudi untk memastikan bahwa dia tidak apa-apa. setelah suasana kembali dingin, barulah mereka menceritakan permasalahannya.

Rudi yang iseng menjebak Pendra untuk menendang bola yang entah bagaimana bisa membuat kaca jendela laboratorium pecah beserta merusak tiga unit komputer baru didalamnya. kecelakaan beruntun terjadi saat Bu Desy guru komputer yang sedang hamil memasuki laboratorium itu untuk memastikan apa yang terjadi. ternyata bola yang berada didekat pintu tidak disadari olehnya dan membuatnya terpeleset dan jatuh diatas pecahan kaca. karena tidak ingin terdengar heboh seluruh sekolah yang bisa menganggu kegiaan belajar mengajar, Pihak PMR sengaja mengantarkan Bu Desy secara apik dan diam-diam tanpa ketahuan banyak pihak ke Rumah Sakit terdekat.

"Pendra kemana?" terdengar suara cempreng Intan dari belakang yang membuat kami sadar bahwa satu orang telah menghilang. pertanyaan itu membuat Rudy dan Reka terdiam.

Sekolah kami adalah sekolah yang menerapkan sistem point bagi seluruh siswa. disetiap Tahun Ajaran baru, setiap Siswa diberikan 200 Point untuk dijaga. point tersebut akan habis kalau kita melakukan pelanggaran. Dan sisa point yang melebihi minimal membuat seoranng siswa harus dikeluarkan dari sekolah ini. Dan ternyata itu yang terjadi kepada Pendra. Kasus Laboratorium komputer dan Bu Desy membuatnya harus pindah sekolah. Dan itulah yang disesalkan oleh Reka ada Rudi.

Tiba-tiba Pendra masuk. Semua orang terdiam.

"Saya duluan, ya." Ujarnya sambil mengambil tas sekolahnya. Dia tahu kalau kami semua sudah tahu.

"Pen, sampai kapanpun kita masih temenan, kan?" Intan membuka suara. Pendra yang sudah mendekati pintu langsung menghentikan langkahnya. Dia berballik kearah kami sambil memasang mimik wajah yang seolah berbicara, "Ngomong apa sih lu?"

"Iya, pen. Jangan lupain kita, ya. maaf kalo kita ada salah."

"Wah, kelas g abakal rame kalo ga ada lu, Pen."

"Hey, kalian ngomong apa, sih? Lebay banget, sih."

"Lu Mau pindah kemana, Pen?" Aku tak bisa menahan diri untuk diam.

"Hah? Gua?Pindah? Alah, gua panggil Bokap gua juga paling besok gua udah bisa masuk lagi."

Satu hal yang kami lupa. Pendra adalah anak ketua yayasan seklah ini. saat itu juga, kami semua langsung mengalihkan perhatian ke Rudi dan Reka. dalam hitungan detik kamipun tertawa.

"Makanya, Jangan emosian!" cekutuk intan pada Reka.

Tidak ada komentar: