Jumat, 01 November 2013

Belajar dari Jilly

Aku yang saat itu sedang megerjakan tugas membuat kliping dari koran-koran merasa terganggu dengan tangisan kucingku Jilly yang sepertinya kelaparan. Awalnya aku cuma bisa mengabaikannya karena stok makanannya sudah habis dan aku lupa membelinya. Tapi makin lama tingkahnya makin mengesalkan. dia bukan cuma mulai mengeong manja tapi juga sudah mulai menggigit jari kakiku. Awalnya sih cuma terasa geli, mungkin cuma gertakan kucing saja. tapi lama-lama dia benar-benar mengigitku. Aku kaget sehingga refleks memukul kepalanya dengan telapak kananku.

Dia lalu menjadi diam. sebenarnya aku menyesal telah memukulnya lumayan keras. tapi melihat dia tidak berkutik dan kembali duduk normal seperti baru saja sudah makan membuatku kembali melanjutkan menggunting koran-koran yang terhenti karenanya.

Mungkin rasa lapar membuat beberapa detik terasa seperti berjam-jam sehingga dia kembali bertingkah. sekarang bukannya menggigitku tapi dia mengambil alih perhatianku dengan cara merobek koran-koran yang telah aku gunting rapih. Saat itu juga aku sadar bahwa dia hanyalah kucing. Kalau seandainya dia orang pasti sudah aku gunting rambutnya hingga botak.

Aku melihat sekeliling untuk mencari bantuan. Aku menemukan sekaleng sarden di kotak stok makanan. Kalau tidak salah, aku membelinya tiga bulan yang lalu sebelum kedatangan Jilly. Bau khas makanannya yang ternyata sama membuatku tidak nafsu untuk memakannya. tapi setidaknya itu bisa menolongku untuk membuat amarah Jilly mereda. aku segera membuka satu-satunya kaleng sarden tersebut dan aku masukkan semua ikannya kedalam mangkok kebesaran Jilly.

Dengan semangat Jilly langsung melompat berlari ke sumber aroma ikan itu berasal. Dia lalu tiba-tiba menjadi seolah-olah aku tidak ada disana. Tidak ada terima kasih sama sekali. dasar kucing! akupun segera melanjutkan pekerjaanku.

Handphoneku berdering.

"Hallo," sapaku.

"Oh, iyah ada. kesini ajah."

Aral akan datang kekosanku beberapa menit lagi untuk mengerjakan tugas wawancara bersamaku. Aku segera menyudahi kliping yang memang sudah hampir selesai tersebut. dan tepat saat semuanya beres, aku mendengar suara motor datang ketempatku. dalam hitungan detik Aral muncul bersama Ajat.

"Kell, entar gua cepet pulang ya."

"Baru nyampe udah ngomongin pulang."

"Iyah," Aral melepaskan helm putihnya dan menyimpannya dibalik pintu, "Soalnya mau ke undangan teman SMA euy."

Ajat mengendus-endus. penciumannya termasuk tajam, tapi dengan cara hidungnya bergerak itu sedikit membuatku tersinggung.

"Ada apaan sih jat?" ujarku kesal sambil melemparkan bungkus rokok kosong bekas Aral kemaren.

"Masak sarden, ya?" dia menunjukkan jari telunjuknya kearahku dengan ekspresi yang terbaca seperti berkata 'Bagi dong!'. Dasar si Ajat, dia paling kurus tapi nafsu makannya paling besar. aku bingung, protein yang dimakannya tidak mungkin tersimpan diotaknya karena disetiap tugas dia tidak pernah berhenti menyontek.

"Tuh, makanan si Jillly. mau?" Ujarku sambil menunjuk mangkok Jilly yang masih setengah kosong ditinggal sang pemilik. Kemana si Jilly? ah dasar pemalu! dia selalu saja menghilang kalau ada tamu. Bahkan dia bisa memanfaatkan pendengarannya untuk bisa kabur sebelum terlihat.

"Mana si Jilly?" tanya Aral berbasa basi seolah-olah dia memang peduli. padahal aku tahu dia sama sekali tidak menyukai Jilly. masa dia menghindar saat Jilly ingin menyapanya coba? oya, Aku memberi namanya Jilly karena dia suka menjlat seperti anjing. Dan kalau dia menyukai seseorang dia pasti akan menjilatnya. entah itu diwajah ataupun disekitarnya, begitulah caranya menyapa orang.  Tapi kalau dipikir-pikir, wajar juga sih Aral menghindar kalau digituin.

setelah berbasa-basi yang sangat basi, kamipun langsung bergerak. Masing-masih kami megeluarkan berkas wawncara kami dengan orang yang berbeda. dalam waktu kurang dari satu jam kami sudah merubahnya menjadi sebuah feature. dan itu diikuti dengan kepergian Aral menuju ke pesta pernikahan teman SMANya. Sedangkan Ajat tetap tinggal di kamarku.

"Ga ngerokok tapi punya asbak. Aneh," ujarnya diikuti tawa ejekannya. Ajat mengambil asbak yang aku simpan dibawah jendela dan dibawanya kepintu. sambil merokok, dia duduk begitu santainya sepreti kuli yang sedang beristirahat setelah mengangkut 300 sak semen.

"Itu tandanya gua ngehargain perokok, Jat." Aku membuka laptop dan mulai bersiap-siap untnuk menjelajahi dunia maya. "Tinggal yang perokok aja. mau ga ngehargai yang ga ngerokok?" aku menyindirnya.

"Ya, salah lu sendiri. kenapa coba nyediain asbak?" ya elah. dasar perokok. disedian asbak ataupun tidak, merokok pasti tetap aja. buktinya, waktu sebelum ada asbak disini, kalau tidak menggunakan piring plastik yang sudah pasti meninggalkan jejak api rokok, pasti abunya bertebaran. aku tahu, berdebat soal ini, aku tidak akan pernah menang. jadi, ya biarlah dia berkembang.

"Kell, kenapa ya kucing lu suka banget jlatin orang? kaya anjing aja. siapa tahu dia campuran anjing sama kucing lagi?"

"Ah lu nya aja yang bego. Kucing itu kalau dia menjiati kita berarti dia sayang." Aku tidak mau kucingku di samakan dengan anjing. Bukannya tidak suka, aku bahkan mau sekali kalau ada kesematan untuk memelihara anjing. tapi, menganggap seekor kucing lucu sebagai anjing itu adalah hal terodoh yang pernah aku temui. Namun, apa yang dikatakan oleh Ajat mungkin ada benarnya juga. Akupun segera mencari tahu dari Google.

Apa yang aku katakan kepada Ajat itu ternyata benar, rasa sayang kucing itu kepada pemiliknya yaitu dengan cara menjilatinya. dari judul artikelnya saja aku seperti sudah tahu bagaimana penjelasannya sehingga aku tidak perlu membaca lebih banyak lagi. aku meirik arsip di blok tersebut. lalu aku arrahkan kursorku ke label Kitten yang mungkin saja memberikan banyak informasi untukku.

Sebuah larangan membuatku kaget. jangan pernah memberikan Kucingmu makanan yang sering kamu makan secara langsung dan dalam jumlah ekstrim. karena itu bisa membuat pencernaanya tidak baik. atau lebih singkatnya bisa membuatnya diare.Oh tidak! aku baru saja memberinya sarden untuk makanan manuisia kepadanya. Semoga saja itu tidak ada bedannya dengan makanannya sehari-hari.

"Jat..! Ayo cepet!" Aku mendengar suara seseorang berteriak diluar yang ternyata adalah Andi yang sengaja dateng unuk menjemput Ajat. Ajat langsung saja pergi dan meninggalkanku tanpa selamat tinggal. Dasar manusia tak bersopan santun. Ajat sudah seperti jelangkung saja di kosan ku. dia bisa datang tanpa aku undang dan pulang kapan saja dia mau tanpa pamit. 

bersamaan dengan perginya Jilly datang entah dari mana dan kembali melanjutkan makannya yang terpotong. sedangkan aku terus saja terlena berselancar di dunia maya.

Meoong... Meooong...

"Aduuh, ada apa lagi, sih?" aku mulai kesal mendengar tangisnya. Oh Tuhan! ternyata dia memang langsung terkena diare. Lebih parah lagi, dia tidak membuang kotorannya semua di pasir yang telah aku sediakan tapi sebagiannya berceceran disekitar litter box-nya. Ini adalah tingkah lakunya yang bener-benar baru aku lihat darinya. Dulu, saat aku masih tinggal bersama keluargaku di seberang sana, kalau ada salah satu kucing kami begini, aku pasti langsung berteriak memanggil Mama atau Nenek. Tapi sekarang hanya ada aku.

Aku bawa pasirnya secepat mungkin menuju ke toilet yang terletak didepan kosanku. Langsung kutuang semuanya kelobang closet. Ada satu hal yang membuat aku ingin marah dan berteriak. Semua pasir yang aku buang tersumbat di lobang closet dan megakibatkan air menjadi tidak bisa turun. Apa yang harus aku lakukan?? aku segera megunci pintu toilet, takut kalau dilihat oleh orang lain.

Ku amil brush pembersih closet dan aku tusuk-tusuk supaya bisa turun. tapi itu malah membuatnya semakin parah. Air yang aku sirami membuat pasir buatan tersebut menjadi semakin padat seperti tanah liat. aku lalu mengambil gayung untuk menguras semua airnya. Setelah dasarnya kelihatan, aku hanya punya satu cara unk mengakhiri ini semua. aku hars menggunakan tanganku sendiri untuk membersihkannya. 

Dengan menyebut nama tuhan, aku masukkan tangan kiriku ke lobang closet jongkok tersebut. lalu aku genggam pasir yang sudah meliat tersebut dan aku keluarkan sedikit demi sedikit. dalam kurun waktu kurang dari satu menit, itu berhasil. Aku berhasil dan aku mau muntah. Setelah membersihkan toilet, aku segera kembali ke kamarku untuk mengambil handuk. aku langsung mandi sebersih mungkin. seluruh tubuhku ku gosok hingga aku merasa perih.

Setelah bersih, aku kembali ke kamarku untuk memakai baju. Tiba-tiba Jilly datang berjalan dengan anggunnya didepan mataku. walaupun aku masih kesal tapi aku tidak marah lagi. setidaknya ada satu hikmah yang aku temukan. 'Marah dan Tergesa-gesa tidak menyelesaikan masalah'. Ternyata kita bisa belajar dari siapa saja dan dari apa saja.


Tidak ada komentar: